Friday, 30 May 2014

Modus Penipuan Sales Colvern

Penipuan sekarang ini bermacam - macam modusnya. Bila tidak waspada dan berhati - hati, Anda akan mengalami kerugian materiil. Saya akan menceritakan pengalaman saya yang hampir saja membuat saya tertipu. Ceritanya terjadi minggu lalu (22/5) di Mall SKA Pekanbaru.

Tanggal 19 - 23 Mei 2014, Saya bersama rekan-rekan berkesempatan untuk mengikuti kegiatan Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota se-Indonesia (APEKSI) di Dumai, Riau. Kantor kami ditugaskan oleh Pemkot Cirebon untuk membawa misi kesenian yang ditampilkan pada saat Kirab Budaya tepatnya di tanggal 21 Mei 2014.

Singkatnya, setelah mengikuti kirab budaya dalam rangka Pembukaan Rakernas APEKSI di Dumai, kamipun segera melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru. Kota Pekanbaru adalah kota terakhir kami dalam rangkaian misi kesenian yang kami usung. Kami akan menampilkan Sintren Tarling di salah satu mall di sana keesokan harinya.

Sore hari setelah mempersiapkan segala peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pentas, sayapun menyempatkan diri untuk berjalan - jalan seorang diri di Mall SKA tempat pergelaran akan berlangsung. Sambil menenteng kamera SLR kantor dan memakai celana pendek, orang mungkin mengira saya fotografer hebat kali.. hehe padahal cuma gaya doang..

Tiba di lantai II, ketika saya akan melihat-lihat pusat oleh - oleh, saya dikagetkan dengan suara perempuan. Seorang salesgirl menyapa saya dan memberikan sebuah alarm. Dia mengatakan bahwa saya berhak mendapatkan alarm ini dengan gratis. Setelah sempat terkejut, sayapun menerimanya. Lumayanlah dapat barang gratis pikir saya. Taksiran saya mungkin harga alarm tersebut sekitar 15 ribuan.

Tapi ternyata salesgirl tersebut tidak memberikan barang tersebut secara cuma-cuma. Saya disyaratkan harus mengisi formulir terlebih dahulu. Didorong rasa penasaran, sayapun mengikuti perempuan tersebut masuk ke sebuah counter/stand. Di dalam ada seorang sales girl lagi dan seorang laki - laki. Dengan alasan bahwa mereka hanya meminta data penerima barang gratisan tersebut, sayapun disodorkan untuk mengisi formulir sesuai KTP, sementara alarm tersebut diisikan batu baterai.

Sambil saya mengisi formulir, si salesgirl langsung mempromosikan produk - produk yang ada di sana. Dia bilang bahwa semua produk itu adalah produk Colvern. Saya sempat sekilas memperhatikan produk disana adalah produk perlengkapan dan peralatan rumah tangga. Ada Water Purifier, Home Theater, Alat Pijat, dsb..

Setelah selesai mengisi form, salesgirl tadi mengajak saya untuk menuju produk yang pertama. Dia menunjukan water purifier. Dia menjelaskan secara lancar fungsi dan manfaatnya. Dengan iseng karena memang tidak berniat membeli apapun sayapun bertanya harga barang tersebut. Salesgirl tadi menyebut angka 11 juta rupiah. Wow.. harga yang fantastis menurut ukuran saya. Tapi saya berusaha untuk tidak terkejut. Gaya saya masih diusahakan mirip orang yang kaya.. hehe..

Setelah itu, diapun menunjukkan kepada saya barang yang kedua, yaitu alat pemijat. Sayapun diajaknya untuk mencoba alat tersebut. Lumayanlah, pikir saya. Setelah perjalanan yang lama dari Dumai - Pekanbaru, pijatan sangat dibutuhkan badan saya. Sayapun mencobanya agak lama karena semua mode pijatan di alat tersebut saya coba. Dari yang soft sampai yang hard. Kurang lebih 15 menit kaki saya dipijat. Bahkan salesgirl tadi sempat memijat saya pada bagian betis kaki secara manual.. hehehe lumayan. Mungkin dia mencoba berbaik hati. Biasalah.. trik promosi.

Setelah selesai mencoba alat pijat, salesgirl tadi terus mengajak saya untuk melihat produknya yang ketiga yaitu home theater. Sebuah home theater berukuran besar panjang kira-kira 1,5 meter terpampang di sudut ruangan. Dia segera mendemonstrasikan suara yang dihasilkan home theater tersebut. Sayapun iseng bertanya apakah alarm tadi sudah diisikan batu baterai tersebut, karena menurut saya hanya mengisikan batu baterai saja koq lama banget. Diapun menjawab sebentar lagi juga selesai.

Sesaat kemudian, seorang laki-laki muncul sambil membawa alarm tersebut dan memperagakan cara kerja alarm lalu menyerahkan kepada saya. Tapi ternyata belum selesai sampai disini. Sambil menunjukkan 5 amplop, si salesman tadi bilang bahwa salah satu amplop ini adalah hadiah yang bisa juga dibawa pulang. Sambil penasaran dan menduga - duga apa yang terjadi, sayapun memilih sebuah amplop. Setelah dibuka, ternyata sayapun dinyatakan untuk memenangkan home theater yang tadi ditunjukkan oleh si salesgirl. Wow.. pikir saya. Belum pernah saya seberuntung ini. Sering ikutan undian tidak pernah mendapatkan hadiah doorprize yang punya nilai tinggi. Yang ada di pikiran saya waktu itu adalah bagaimana nanti home theater ini saya bawa ke Jawa? Saya mesti mengeluarkan uang untuk cargo nih.. Maklum, uang saku sedikit.. hehe..

"Bang, selamat ya.. ini home theaternya bisa dibawa pulang. Harganya 16 juta lho". Sahut si salesgirl.

Wah.. beruntung amat hari ini, pikir saya. Sudah gratis alarm, dapat pijatan di kaki, pulang bawa home theater.. hehehe

Tapi kemudian, si salesman menunjukan sebuah tulisan "ISTIMEWA" yang ada di amplop. Diapun kembali masuk ruangan bagian dalam dan terdengar menelpon seseorang disana. Saat kembali dia bilang bahwa sayapun triple beruntung, karena saya selain mendapatkan alarm dan home theater juga mendapatkan voucher senilai 1 juta serta berkesempatan mengikuti undian berhadiah mobil.

Mulai deh, kecurigaan saya muncul. Sayapun kembali mendengarkan penjelasan laki - laki tadi. Dia bilang Voucher 1 juta tadi tidak boleh diuangkan, alias, harus dibelanjakan di sana. Dia menanyakan Kartu Kredit yang saya punya apakah berlogo Visa atau Mastercard. Sayapun bilang bahwa saya hanya punya Debit Card (Boro - boro kartu kredit, kartu mahasiswa aja sampe sekarang belum punya.. hehe..). Diapun kembali menanyakan rekening bank yang saya miliki. Sayapun menjawab sekenanya saja bahwa saya memiliki rekening BCA, BTN, dan Bank Danamon. Padahal, tiga rekening tadi tidak saya miliki..

Kemudian si sales girl yang kedua, yang dari tadi hanya ikut-ikutan menimpali saja, menyodorkan telfon dan mengatakan bahwa seseorang ingin bicara dengan saya. Sayapun menerimanya. Si penelpon yang menurut salesgirl tadi adalah bosnya mencoba meyakinkan saya kembali akan hadiah-hadiah yang saya terima. Tapi tidak lama telpon terputus. Sesaat saya mencoba mereka-reka apa yang akan terjadi. Saya tersadar bahwa saya di mall ini sedang ada tugas. Saya lihat di Smartphone saya ada 5 panggilan tak terjawab. Semuanya dari atasan saya.

Sayapun mencoba mendapatkan jawaban tegas dari mereka apakah hadiahnya bisa saya bawa.

Si sales laki - laki berkata bahwa hadiahnya bisa dibawa pulang hanya jika saya mempergunakan vouchernya saat itu juga. Diapun memberikan katalog daftar harga produk yang ada. Dengan harga rata-rata 10 jutaan, sayapun hanya tersenyum dan mengambil kesimpulan bahwa ini modus baru penipuan. Jika saya belanja produk Water Purifier seharga 11 juta rupiah, maka mendapatkan potongan satu juta rupiah dan berhak membawa pulang Home Theater.

Akhirnya saya pun menegaskan kembali, apakah jika saya tidak mempergunakan voucher ini, hadiah home theater tidak bisa saya bawa. Diapun mengiyakan. Sayapun tersenyum dan keluar dari ruangan tersebut.

Itulah penipuan modus baru yang saya alami. Penipuannya adalah, jika diteliti harga Water Purifier tersebut tidaklah semahal yang tercantum disana. Saya menaksir harganya paling mahal cuma 4 jutaan. Home theater meskipun suaranya oke, kisaran harga merk ternama saja hanya 8 jutaan. Mungkin home theater tersebut hanya berharga sekitar 5 juta. Jika saya memutuskan untuk membeli Water Purifier yang dibanderol 11 juta, saya akan mendapatkan potongan 1 juta. Jadi dengan membayar 10 juta berhak membawa Water Purifier dan Home Theater. Hoax.. yang benar adalah nilai water purifier 4 juta ditambah Home Theater 5 Juta, kita beli dengan harga 10 juta. Mereka untung 1 Juta..

Hadiah yang dijanjikan untuk membawa pulang home theater secara cuma - cuma pun tidak terwujud..

Untunglah, saya tidak punya modal duit, jadi ketika mendengar barang yang harganya diatas 10 juta tidak tertarik sama sekali. Mudah-mudahan tidak ada yang terjerat penipuan model begini.

Semoga bermanfaat.

Monday, 12 May 2014

Jalan - jalan di Cirebon




Kesan pertama kali ketika datang di Kota Cirebon adalah Panas.. Ya, Kota Cirebon adalah kota yang memiliki suhu panas karena kota ini berada di Pantai Utara tak jauh dari bibir pantai. Namun, kita bisa menikmati beragam aktivitas yang menarik di Kota ini.

Kota Cirebon adalah kota kecil yang erat kaitannya dengan sejarah perkembangan Islam karena dahulu Cirebon adalah pusat penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa. Oleh karenanya, arsitektur dan budayanya tak lepas dari unsur budaya Islam. Beragam ornamen dengan ciri khas tersendiri mewarnai gedung - gedung bersejarah di Kota ini. Unsur Tionghoa, Islam, Hindu, dan Eropa melebur dan mempengaruhi gaya bangunan bersejarah di Cirebon.

Berikut adalah panduan untuk menikmati perjalanan anda menelusuri sejarah di Kota Cirebon.
Menikmati Jalan - jalan di Kawasan Kota Lama
Kawasan Kota Lama ini dahulu merupakan kawasan pertama yang dikembangkan oleh para pendiri kota. Berbagai bangunan penting berdiri di kawasan ini. Letaknya yang tidak jauh dari kawasan Keraton menandakan bahwa pengembangan Cirebon berpusat di kawasan ini. Beberapa bangunan vital ada di kawasan ini. Memasuki kawasan ini, kita akan disuguhkan oleh keindahan arsitektur khas dan nuansa kota lama.
Gedung Bank Indonesia

Gereja St Yosef

Gedung Bank Mandiri


Bangunan Cagar Budaya yang ada di kawasan ini adalah : Pelabuhan Cirebon, Bangunan Bank Indonesia, Bangunan Kantor Pos Indonesia, Bank Mandiri, Gedung BAT, Gereja Santo Yosef, Gereja Pasundan, Klenteng Talang, Klenteng Dewi Welas Asih, Gedung SMP 13 dan 14, serta bangunan gudang dan bekas benteng Cirebon.
Mengunjungi Keraton - keraton di Cirebon

Kota Cirebon adalah kota yang unik. Cirebon satu-satunya daerah di Jawa Barat yang memiliki tinggalan sejarah dan budaya yang utuh. Kenapa utuh? Karena Cirebon memiliki 3 keraton yang bangunannya lengkap. Bahkan Sultan dan keluarganya masih ada dan menghuni keraton - keraton, Bandingkan dengan Kerajaan Padjadjaran yang sampai sekarang tidak ada yang bisa meyakini letak atau keberadaan keratonnya. Atau bahkan Kesultanan di Banten hanya menyisakan puing - puingnya saja. Satu kelebihan yang dimiliki Cirebon adalah karena Cirebon memiliki keraton yang masih dihuni Sultan dan keluarganya. Tidak hanya satu melainkan 3 keraton.

  • Keraton Kasepuhan : Kawasan Keraton Kasepuhan ini layaknya kerajaan - kerajaan lainnya dengan ciri pada bagian depan terdapat alun - alun yang dahulu merupakan tempat warga beraktivitas ataupun tempat Sultan memberikan pengumuman. Di sebelah barat alun - alun terdapat mesjid tua peninggalan para Wali yaitu Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Di area dalam, kita akan melihat bangunan inti Keraton Kasepuhan yang masih asri. Di kiri dan kanan terdapat museum tempat beberapa benda pusaka yang berusia ratusan tahun, termasuk kereta Singa Barong, kereta yang merupakan kendaraan Sultan. Pada bangunan inti kita akan melewati Gajah Nguling, area yang cenderung miring, yang menjadi penghubung area depan dan Bangsal Prabayaksa, tempat singgasana Sultan. Pada area dalam di Bangsal Prabayaksa, kita bisa menemukan ratusan piring - piring keramik tertempel di dinding. Jika kita cermati, keramik - keramik bergambar ini menceritakan perjalanan Nabi Isa AS. Keramik - keramik ini juga bisa dijumpai di dinding pagar bagian depan keraton. Pada area belakang kawasan Keraton Kasepuhan kita akan menemukan reruntuhan bangunan Keraton Pakungwati, yang merupakan keraton pertama sebelum dipindahkan ke tempat yang sekarang.
 
Witana

  • Keraton Kanoman : Kawasan Keraton Kanoman ini terletak tidak jauh dari Keraton Kasepuhan. Untuk mengunjungi kawasan ini, kita harus melewati Pasar Kanoman. Keraton Kanoman ini sangat rindang dan asri. Memasuki kawasan Kanoman kita akan melewati gapura tinggi dan besar serta bangunan museum di sebelah kiri kawasan. Kawasan Keraton Kanoman sekarang jauh berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya. Beberapa bangunan mengalami perbaikan, serta taman tertata rapi. Pada bangunan inti keraton kanoman terdapat ruang tanpa dinding tempat Sultan menerima tamu dan menyuguhkan aneka tari. Di bagian belakang terdapat bangunan Witana, bangunan pertama yang didirikan di Cirebon. Di keraton ini kita dapat mengatur untuk makan malam bersama Sultan.

Kacirebonan
  • Keraton Kacirebonan : Keraton Kacirebonan terletak di Jalan Pulasaren. Lokasinya mudah ditemukan karena berada di sisi jalan. Bila dibandingkan dengan dua keraton lainnya, Keraton Kacirebonan ini lebih luasnya lebih kecil. Namun, Keraton Kacirebonan ini terkenal dengan pengembangan seni tarinya. Sanggar Sekarpandan yang ada di Keraton Kacirebonan ini lebih konsen dan intens dalam mengembangkan dan melestarikan seni budaya Cirebon. Beragam kesenian ditampilkan secara rutin di Keraton Kacirebonan ini. Jika ingin menyaksikan dan belajar tari - tarian khas Cirebon, anda bisa menyempatkan untuk mampir di Sanggar Sekar Pandan Keraton Kacirebonan.
Masih banyak lagi yang bisa saya tulis tentang jalan - jalan di Cirebon. Pada kesempatan yang akan datang saya akan lanjutkan dengan mengunjungi Gua Sunyaragi, Petilasan dan Makam para Aulia, menikmati kuliner khas Cirebon, dan berbelanja batik Cirebonan..

Melihat Kanoman Lewat Dua Naskah

Pangeran Walangsungsang suatu malam di tahun 1442 (setahun setelah ibundanya Nyai Subang Larang meninggal) bermimpi. Seseorang yang entah siapa, dalam mimpinya itu memerintahkan dirinya untuk segera pergi kearah timur menuju bukit Amparan Jati Caruban untuk mempelajari “agama mulya”.

Esok paginya, dengan tetap merahasiakan mimpinya, juga kepada ayahandanya “Prabu Siliwangi di Keraton Pakuan Pajajaran itu, ia mencoba menaksir-naksir makna mimpinya. Bukit Amparan Jati adalah tempat di sekitar kelahiran ibundanya Nyai Subang Larang putri Ki Ageng Tapa, penguasa pelabuhan Muara Jati yang ramai itu. Ia banyak mendengar kisah-kisah dengan nuansa religius di sekitar tempat itu dari penuturan ibundanya.

Pangeran Walangsungsang tahu jika di Amparan Jati terdapat sebuah pesantren dengan seorang guru agama yang amat disegani bernama Syekh Datuk Kahfi.

Maka kemudian, di tengah malam yang gelap dan sepi, Walangsungsang, dalam usia masih sangat muda, 19 tahun, diam-diam pergi meninggalkan keraton tempat tinggalnya. Kepergiannya yang tanpa pamit itu tidak hanya membuat ribut seisi keraton, namun juga membuat sedih adiknya Nyimas Rarasantang. Hingga kemudian, didorong rasa cinta kepada kakandanya, Nyimas Rarasantang, dalam usia yang juga masih belia, 16 tahun, akhirnya mengikuti jejak Walangsungsang untuk pergi diam-diam pula meninggalkan Keraton Pakuan Pajajaran kejadian ini kemudian membuat kian gempar istana.

Demikian dua naskah, carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN) susunan Pangeran Arya Carbon tahun 1720 dan Babad Cerbon (tanpa nama penyusun), mendeskripsikan asal muasal kejadian yang di kelak kemudian hari akan menjadi semacam awal mula berdirinya Keraton (witana), dan kemudian Kerajaan Cirebon. Naskah CPCN suntingan Atja (1986) melukiskan dengan rinci situasi muasal kepergian Pangeran Walangsungsang dan Nyimas Rarasantang setahun sepeninggal ibundanya dari istana Pakuan Pajajaran sebagai berikut.
Manahira muwang kasamp(a) ya de ning kadhang len ibu ikang abhimana {h} lawan darpa/ isedheng ira sang rama datan kopenan ring anak ira ika/ makanimittanya narendrasuta muwung manah kasajitan kadhuka//sawarta tumuli yathi ri kala madya eng ratri mijil ta ya sakeng pakwan kedatwan/mangetan paranira/mahseng wanantara Parahiyangan mandala (halaman 10).
Terjemahannya, karena ibunya telah tiada, putra putri itu senantiasa disakiti hatinya. Ketiganya mendapat perlakuan yang buruk dari saudara-saudaranya lain ibu, yang congkak dan takabur. Tambahan pula ayahnya tidak menaruh perhatian kepada para putera yang telah kematian ibunya itu. Oleh karena itu para putera maharaja itu sangat menderita dan menjadi sakit hati. Setahun kemudian, pada waktu tengah malam Raden Walangsungsang melarikan diri dari Istana Pakwan pergi ke arah timur, memasuki hutan belantara Parahiyangan. (suntingan Atja, 1986:157-158).

Inti gagasan kutipan naskah Carita Purwaka Caruban di atas ditandai dengan model “kepergian Walangsungsang yang disebabkan rasa sakit hati”. Varian dari matriks tersebut adalah, 1) saudara seayah lain ibu yang menyakiti Walangsungsang bersaudara, 2) ayahanda yang tidak peduli lagi kepada puta-putrinya sepeninggal istrinya.

Kepergian Walangsungsang ke arah timur adalah upaya menemukan pencerahan dari kemelut batin yang pengap, yang dirasakannya di lingkungan istana kerajaan tempat tinggalnya semula bersama ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang lain selama ini. Ia pergi meninggalkan keraton dengan segenap kenikmatan duniawi di dalamnya. Walangsungsang kemudian merelakan diri bersusah-susah hidup di tengah belantaram hutan Parahiyangan. Ada semacam makna pencarian hakikat kebahagiaan hidup yang di awali dengan kenestapaan sebagai batu ujian sebelumnya, di dalam teks CPCN tersebut. Dalam teks yang lain, naskah Babad Cirebon (tidak diketahui penyusun aslinya), suntingan SZ Hadisucipto (1979) juga di uraikan hal serupa. Ringkasan naskah tersebut pada pupuh 1 dhandanggula berbunyi sebagai berikut.
“Walangsungsang, putra mahkota Pajajaran lolos meninggalkan istana. Ia menuruti panggilan mimpi agar bergurau agama nabi (Islam) kepada Syekh Nurjati, seorang pertapa di bukit Amparan Cirebon dan berasal dari Mekah” (Sucipto,1979:xv)
Dua kutipan ringkasan pupuh dari naskah Babad Cirebon suntingan Sucipto tersebut memiliki kesamaan hakikat akan keteguhan hati kakak beradik Walangsungsang dan Nyimas Rarasantang terhadap pentingnya nilai-nilai kebenaran “baru” yang harus segera mereka yakini sebagai sebuah pedoman hidup.”dendam” akibat perlakuan yang menyakitkan hati dan dorongan untuk menemukan pencerahan pandangan hidup baru itulah tampaknya yang memberi kekuatan besar kepada mereka berdua untuk tetap tabah meski hambatan fisik berupa “gunung” dan “lembah” menghadang perjalanan mereka menuju dunia baru kelak, menjadi penghambat di tengah belantara Parahiyangan.

Walangsungsang dan Nyimas Rarasantang kelak menjadi Pangeran Cakrabuana pendiri Cirebon dan Syarifah Mudaim, ibunda Sunan Gunung Jati, Panata agama terkemuka di wilayah Jawa Barat yang kelak menurunkan silsilah raja-raja Cirebon. Keduanya adalah sosok yang rela meninggalkan segenap fasilitas istana dalam statusnya sebagai Putra Mahkota Kerajaan Pajajaran.

Ajaran bijak yang dapat ditangkap dari kutipan dua naskah CPCN dan Babad Cirebon tersebut di atas adalah, betapa kekuasaan bukanlah segala-galanya untuk seorang pendiri Cirebon Pangeran Walangsungsang dan ibu dari seorang ulama besar penyebar agama Islam di Jawa Barat Sunan Gunung jati. Sesuatu yang semestinya menjadi panutan bersama, khususnya bagi para tururnan silsilah mereka berabad kemudian, keluarga besar Kasultanan Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan dan Kaprabonan, menjadi raja (sultan) adalah amanah mulia sebagaimana leluhur mereka dahulu mengajakannya melalui kutipan-kutipan teks CPCN dan Babad Cirebon.

Sebagaimana leluhur mereka dahulu mengajarkannya melalui kutipan-kutipan teks CPCN dan Babad Cirebon. Menjadi raja bukanlah persoalan fisik administrasi kerajaan semata-mata. Namun ada yang lebih luhur sebagaimana tanda-tanda teks CPCN dan Babad Cirebon mewariskan “hutan belantara Parahiyangan” yang menghambat perjalanan Walangsungsang dan Nyimas Rarasantang dalam mencari amanah “agama mulya” yang harus segera didapatkannya. Sebgaimana Robert Heine-Geldern dalam bukunya Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan raja di Asia tenggara menyebutkan bahwa fungsi raja yang lain, dan yang lebih penting menurutnya adalah kapasitasnya sebagai sentra magis. Dibandingkan dengan sekedar persoalan regulasi admnistratif belaka.

“Kasus Kanoman”, perebutan tahta yang sesungguhnya telah membuka rahasia kekeliruan tafsir para kerabat dan keturunan Sunan Gunung Jati terhadap hakikat kekuasaan, harus didudukkan pada pemahaman akan hakikat keberadaan sultan yang hakiki, yakni sebagai pancer nilai-nilai. “Sultan” dengan segenap makna kekuasaan yang disandangnya sesungguhnya lebih merujuk kepada pemaknaan yang bersifat nation, kebangsaan. Ada kecenderungan pemahaman ideologi dalam konsep “kekuasaan” yang dipraktikan Sunan Gunung Jati dahulu. Artinya, ketika Sunan Gunung Jati memproklamasikan diri sebagai negeri berdaulat yang ditandai dengan penghentian pengiriman upeti ke Pajajaran sebagai sentra sistem negara federasi yang dipraktikkan selama ini, sesungguhnya semata didorong oleh hasrat-hasrat ekspansi ranah ideologi tertentu kepada ranah ideologi lain di Pajajaran. Ia amat berbeda dengan ekspansi dengan disertai hasrat penguasaan wilayah administratif politik yang bersifat state, kenegaraan.

Pertanyaannya, atas nama apakah sesungguhnya pihak-pihak terkait memperebutkan tahta sekarang dan mencapai titik terpanas di dalam tembok Keraton Kanoman itu? Pepakem dan surat wasiat, dua dalih yang dijadikan dasar persilangan pendapat kubu-kubu yang bertikai itu, bisakah keduanya dipertanggungjawabkan secara ilmiah menurut kajian kategori-kategori ilmu kebudayaan? Jika pepakem yang dijadikan landasan penetapan kebenaran, di manakah bisa di dapatkan rincian tertulisnya sebagai sebuah teks(tulis) yang dapat dipertanggungjawabkan? Sebaliknya, jika surat wasiat yang dijadikan landasan pengmbilan keputusan, bisakah pula dibeberkan fakta pembenar atas kebenaran yang diyakini kelompok tersebut? Fakta pembenar itu, misalnya terdapatnya sebuah uraian teks (tulis) tentang kemungkinan suksesi dengan menggunakan dasar surat wasiat.

Jika dasar “pepakem” dan wasit “surat wasiat” yang keduanya sama-sama diyakini sebagai sebuah alasan pembenar, dan hanya dilandasi teks (lisan), maka seberapa validkah narasumber lisan yang menyuarakan kebenaran terhadap dua dalih yang dipertentangkan kedua kubu tersebut? Diperlukan kearifbijaksanaan dari kubu kuduanya.

Yang jelas dengan melihat fakta hari ini, ketika Keraton menjadi kehilangan kekuatan dirinya sendiri akibat berbagai sebab, maka menjadi penting untuk dipertanyakan kembali, seberapa proporsionalkah predikat yang disandangkan orang terhadap mereka selama ini dengan mengatakannya sebagai “pusat kebudayaan”(?).

Ketika teks-teks naskah kuno berhilangan, tradisi berkesenian yang macet, kreasi-kreasi kultural tidak pernah terdengar dari balik tembok Keraton, apalagi yang menarik untuk diperbincangkan tentang Keraton-Keraton Cirebon. Bukankah Gamelan Sekaten, Panjang Jimat, naskah-naskah kuno itu, tari topeng, tari bedaya dan banyak macam lagi, semua itu menjadi ada dari ketiadaan. Ia menjadi berada oleh karena sebuah sikap kreatif para budayawan dan empu di masa lampau yang merespon “teks” di sekitar mereka untuk kemudian diadaptasi menjadi kreasi baru yang cerdas. Dan bahkan, dalam beberapa bagian, kreasi-kreasi itu menjadi amat rumit tingkat stilitasnya. Ritual-ritual kebesaran Keraton, nilai-nilai tradisi, pepakem, dan yang semacamnya menjadi sebuah “karya” yang dibanggakan bagi sebagian besar kerabat Keraton.

Semua itu menjadi ada dari sebuah ketiadaan. Unsur rekayasa, dengan mencipta dan merespon teks hologram di sekitarnya, bukanlah peristiwa sederhana yang sim salabim begitu saja menjadi ada. Proses kreatif itu adalah pergulatan ideologi yang paripurna, yang di dalamnya berkolaborasi ranah penghayatan dan pemahaman dasr-dasar ideologi tersebut. Pertemuan kognisi dan signifikansi atas objek yang dicermati adalah peristiwa yagn cukup mendebarkan. Dan Sunan Gunung Jati pada masanya, dengan segenap wibawa yang dimilikinya, telah mampu “menyihir” begitu banyak empu dan seniman, untuk dengan ikhlas dan rela hati mempersembahkan buah kreativitasnya itu sebgai bentuk pengabdian dan penghormatannya kepada sang sunan.

Maka, jika belakang hari berabad kemudian kita menyaksikan kekayaan-kekayaan itu berserakkan begitu banyaknya di seputar wilayah budaya Cirebon, semua itu dimungkinkan oleh sistem operasional kekuasaan ala Sunan Gunung Jati yang dilandasi “kebangsaan”, semata, bukan fisik penguasaan “tanah”. Sesuatu yang kini tidak terjadi, dan justru sedang didekonstruksi oleh para keturunannya sendiri. Dan mereka melupakan representasi dari corak “kekuasaan” Sunan gunung Jati yang paling banyak dikutip orang melalui wasiatnya, “sun titip tajug lan pakir miskin”. Kanjeng Sunan tidak pernah mewasiatkan tahta yang gemerlap atau tanah yang bertombak-tombak itu luasnya.***( Penulis, Chaerul Salam, alumni jurusan sastra program pascasarjana UGM, tingal di kota Cirebon)